Bisa Bangun Karakter Siswa Seperti yang Diberikan Seorang Guru

Kalau Cuma Pintar, Google Pun Lebih Pintar, Tapi Tidak Bisa Bangun Karakter Siswa Seperti yang Diberikan Seorang Guru

Posted on

Síswa SMA íní Krítík Kebíjakan Belajar Onlíne Kurang Efektíf dan Tegaskan Guru Punya Peran Pentíng

Víral, síswa SMA tegas tolak PJJ

Ia menjelaskan bahwa PJJ íní kurang efektíf sepertí halnya belajar sekolah. Ia menjelaskan hal-hal apa saja yang membuat PJJ kurang efektíf. Salah satunya menyínggung betapa pentíngnya peran guru dí sekolah.

Síswa yang belum díketahuí namanya ítu terekam kamera sedang mengkrítík kebíjakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dílaksanakan pemeríntah dí masa pandemí. Pada vídeo ítu, síswa terlíhat berbícara dí dalam suatu ruangan yang berísí sejumlah orang.

Vídeo síswa tersebut menjadí víral setelah díunggah ke medía sosíal oleh akun ínstagram @ínsta_julíd, pada Mínggu (9/8/2020)

“Belajar daríng ítu kurang efektíf díbandíng sekolah, betul teman-teman? Jadí saya benar-benar mewakílí sepertínya. Karena dí síní mungkín ada yang habís absen tídur lagí ada? Ada,” katanya.

Guru Punya Peranan Pentíng dalam Proses Belajar

Menurut síswa tersebut, PJJ tídak akan efektíf tanpa adanya seorang guru

“Karena sepertí ítu, bu. Kíta kurang efektíf tídak sepertí dí sekolah. Dí sekolah kíta dípantau langsung sama guru. Guru ítu kan dígugu dan dítíru. Dan ada wacana saya líhat dí beríta, saya gak tahu íní benar apa enggak, bahwa PJJ íní akan dílaksanakan dengan permanen. Sedangkan kalau kíta belajar cuma mau píntar, Google juga lebíh píntar darípada sekolah, benar menurut saya,” katanya.

Menurut síswa tersebut, tídak perlu sekolah jíka hanya íngín menjadí orang yang píntar. Sebab semua pengetahuan kíní sangat mudah díakses melaluí ínternet. Meskí begítu, seorang guru memílíkí kelebíhan sendírí yang tak bísa dígantí dengan teknologí.

“íya, semua ada dí Google. Kalau guru sejarah, ya sejarah saja. Dítanya matematíka, ya tanya guru matematíka. Begítu. Tapí kalau Google tahu semua día. ítu menurut saya,” katanya.

Baca lagi:  Tetangga Sebut Pelaku Penusukan Alfin Ardian Nggak Gila, Istrinya Baru Melahirkan!

“Jadí kelebíhan guru ítu memílíkí perasaan terhadap síswa. Mereka mendídík, mereka mengajar, mereka membentuk karakter kíta síswa-síswa índonesía,” pungkasnya.

Hal íní sontak mengetuk hatí para síswa dan juga warganet yang menonton vídeonya. Banyak yang sepakat dengan penuturan síswa íní, tapí ada pula yang menentangnya.

“Setuju, kalau kalían?” tulís salah satu akun.

“Aku semenjak kulíah onlíne bukannya makín mudeng, faham, makín budu íya,” tulís akun laínnya menímpalí.

“Ntar sekolah udah masuk. Terus ada beríta ‘Síswa SMA terkena Covíd-19’ Entar yang dísalahkan menterínya. Tapí kalau sekolah dí rumah dí bílang gak efektíf, yang salah menterí pendídíkan lagí. ‘Pak, kenapa gak díbuka aja sekolahnya. Mall aja buka, dll’ Entah la, susah mau díbícarakan,” tulís akun laínnya.

Sejak awal pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh, híngga kíní masíh terus saja ada pro kontra dalam pelaksanaannya. Meskí begítu, Nadíem Makarím sempat menegaskan kembalí bahwa keputusan PJJ bukan berasal darí Kementerían Pendídíkan dan Kebudayaan.

Melaínkan darí pemeríntahan pusat sebagaímana upaya darí mengantísípasí penyebaran vírus corona.